Asahan, focuskejar.co.id
Dugaan penyelewengan dana desa kembali mencuat, kali ini menyeret Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Asahan serta PMD Provinsi Sumatera Utara. Keduanya disinyalir terlibat dalam penggerogotan dana desa melalui kegiatan bimbingan teknis (bimtek) yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengkajian dan Peningkatan Kapasitas Pemerintahan (LPPKP).
Kegiatan bimtek tersebut digelar di Hotel Danau Toba Internasional, Medan, pada 11 hingga 14 April 2025. Berdasarkan informasi yang diterima tim media, bimtek itu dikemas seolah-olah sebagai program peningkatan kapasitas aparatur desa. Namun, sejumlah kepala desa mengaku tidak mendapatkan materi yang bermanfaat dan hanya hadir secara simbolis.
"Kami ikut bimtek bersama 177 desa lain. Tapi kalau ditanya apakah dana desa sudah cair dan apa manfaat dari bimtek ini, kami tidak bisa menjawab. Materinya tidak nyambung, kami pun tak tahu tujuannya apa," ujar salah satu kepala desa yang enggan disebutkan namanya.
Lebih lanjut, para kepala desa menyebutkan bahwa setiap desa mengirim dua orang peserta—kepala desa dan satu perangkat desa—dengan biaya sebesar Rp5 juta per orang. Dana tersebut dibebankan kepada APBDes masing-masing desa, sehingga total biaya mencapai Rp10 juta per desa. Jika dikalikan dengan jumlah desa yang mengikuti kegiatan, total dana yang dikeluarkan bisa mencapai miliaran rupiah.
Ketika dikonfirmasi, pihak LPPKP tidak dapat ditemui di lokasi kegiatan. Upaya menghubungi melalui telepon dan WhatsApp pun tidak membuahkan hasil.
Indikasi keterlibatan PMD Asahan dan PMD Sumut semakin menguat karena adanya dugaan pengaturan terstruktur, termasuk penunjukan lembaga penyelenggara yang sama serta adanya surat edaran atau ‘arahan’ dari dinas terkait.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PMD Asahan maupun PMD Provinsi Sumatera Utara.
Sejumlah pihak kini mendesak agar Polda Sumut segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh. “Kalau ini terus dibiarkan, desa-desa akan terus jadi sapi perah. Padahal dana desa itu hak masyarakat untuk pembangunan,” ujar salah satu aktivis yang turut memantau kasus ini.(Jack)